Suasana Sholat Berjamaah di Pesantren API Tegalrejo Magelang via plus.google.com
Santri itu diajarkan taat oleh kyainya dengan cara melawan logika. Karena umumnya logika Santri atau orang awam itu masih belum benar. Jika diibaratkan, Kyai itu ibarat tukang kebun yang sudah tahu persis dengan keadaan buahnya, sedangkan Santri adalah seorang bocah yang belum tahu apa-apa(Logika Santri pada awal didikan sama seperti logika orang pada umumnya).
Ketika Santri melihat buah anggur di kebun yang masih muda dan warnanya terlihat hijau segar, Santri ingin memintanya, tapi diberi tahu oleh Kyai kalau anggur itu masih muda dan rasanya tidak enak masih asam, tapi Santri tidak percaya karena warnanya begitu menarik kelihatan menyegarkan. Begitulah perumpamaan logika seorang Santri.
Jadi, tujuan Kyai adalah mengajarkan ketaatan dan mengalahkan logika Santri sebagaimana Nabi Ibrahim mampu mengalahkan logikanya dan taat pada perintah Allah saat disuruh menyembelih anaknya Nabi Ismail. Sebagaimana Ibu Nabi Musa mampu mengalahkan logikanya taat pada Allah dengan merelakan menghanyutkan peti bayinya ke Sungai Nil. Dan sebagaimana ketaatan nabi Nuh saat disuruh membuat kapal oleh Allah yang tidak tahu untuk apa kapal itu dibuat.
Logika dan Kecerdasan Iblis Menghalangi Ketaatannya
mobile.fourlook.com
Ingatkah kisah Iblis dan Adam di Surga dulu, Iblis sangat cerdas dengan logikanya. Ketika Iblis diperintahkan untuk sujud kepada Adam. Secara logika tidak masuk akal, Iblis yang sudah ratusan ribu tahun mengabdi kepada Allah, tidak ada malaikat yang mampu menandingi Iblis dalam beribadahnya, sebagai makhluk termulya penghuni Surga, tempat rujukan masalah dari para malaikat, mendapat julukan-julukan yang sangat mulya, dan diciptakan dari api, tiba-tiba disuruh sujud kepada Adam, makhluk yang baru diciptakan dari tanah dan belum punya karir apa-apa.
Logika Iblis tidak bisa menerima hal itu, Iblis tidak tahu rahasia dibalik perintah Allah itu, Iblis tidak tahu kalau dari keturunan Adam kelak akan ada makhluk termulya, makhluk sebagai rahmat semua alam dan sebagai kekasih Allah.
Pendidikan di Pesantren adalah Mengajarkan Ketaatan dan Mencegah Egoisme Seperti yang Dilakukan oleh Iblis
KH. Said Aqil Siradj Mencium Tangan KH. Ma’ruf Amin via www.spiritmuda.net
Dalam prakteknya, di Pesantren banyak sekali hal-hal yang berhubungan dengan kisah ketika Allah memerintahkan Iblis bersujud kepada Adam. Santri yang taat pada Kyai dan mampu mengalahkan logikanya akan mendapat kebaikan dan kemanfaatan yang luarbiasa.
Dan bagi Santri yang tidak bisa taat dengan menuruti egonya akan kehilangan apa-apa yang telah dipelajari dan didapat dari pesantren, ilmunya akan hilang, bisa hilang secara lahir maupun hilang secara kemanfaatan. Bahkan ada juga yang hidupnya menjadi susah dan prihatin.
Dampak tersebut tergantung dari lama seorang Santri mengabdi kepada Kyai. Biasanya, seorang Santri yang sudah lama mengabdi dan dipercaya oleh Kyai, ketidak taatannya akan berdampak lebih besar daripada seorang Santri yang baru mengabdi dan belum terlalu dipercaya oleh Kyai.
Kisah Ketaatan dari Mustajab yang Menundukkan Logikanya
Sebagai contoh ketaatan Santri atas Kyai kita bisa melihat pada kisah seorang Santri bernama Mustajab. Mustajab adalah Santri Pondok Pesantren Langitan Tuban Jawa Timur. yang sejak pertama sampai tamat di Pesantren hanya disuruh angon jaran(gembala kuda).
Mustajab ini Santri yang ketaatannya sangat luar biasa. Dia melakukan apa saja yang diperintahkan oleh Kyainya. Suatu ketika, sang Kyai mendapati nasi jatah makan Mustajab masih utuh di kamarnya tidak dimakan.
Kemudian sang Kyai bertanya “Mustajab, kenapa nasinya tidak dimakan?”
Jawab Mustajab “ Karena Kyai tidak memerintahkan saya untuk memakannya”. Dari kejadian ini sang Kyai memberi perhatian khusus kepadanya.
Sampai suatu ketika, setelah bertahun-tahun Mustajab nyantri, Mustajab dipanggil oleh sang Kyai untuk mengantarkan sepucuk surat kepada seorang Kyai pimpinan Pesantren yang ada di Gondang Legi Malang dengan membawa Kuda yang biasa ia gembalakan.
Berangkatlah Mustajab ke Gondang Legi Malang dengan membawa kuda, setelah sampai di kediaman Kyai Gondang Legi Malang, surat itu diserahkan kepada Kyai. Kyai yang menerima surat itu langsung membaca suratnya, isi surat tersebut berbunyi “Jodohkanlah putrimu dengan anak yang membawa surat ini”, dilihatnya, tanggal yang tertera sudah lewat sepuluh hari.
Kemudian Kyai bertanya pada Mustajab “Kamu kesini pakai apa?”
Mustajab menjawab “Membawa kuda Kyai”.
Kyai kembali bertanya “Membawa kuda kenapa lama sekali sampai sepuluh hari”
Jawab Mustajab “Iya, seba Kyai saya hanya bilang bawalah kuda, bukan naikilah kuda, maka kuda itu saya tuntun”.
Mendengar jawaban dari Mustajab itu Kyai mengakui dan membenarkan isi surat tersebut sebab ketaatan Mustajab yang luar biasa.
Kemudian Mustajab dinikahkan dengan putri dari Kyai Gondang Legi Malang tersebut. Selang beberapa waktu setelah menikah, mertua Mustajab meninggal dipanggil oleh yang maha kuasa.
Bukan hanya kesedihan yang melingkupi hati Mustajab, kini dia juga dilanda kebingungan yang luar biasa. Sebab mertuanya memilik Santri yang banyak, sedangkan dia tidak bisa ngaji karena selama di Langitan hanya menggembala kuda.
Disaat yang genting itu, akhirnya diambil lah inisatif, Mustajab mengumumkan kepada semua Santri, bahwa Santri-santri yang sudah khatam kitab besar kepada mertuanya ingin di tes oleh dirinya, padahal sebenarnya ingin belajar dari mereka.
Hanya bermodalkan mendengar saja, setiap kitab yang dibaca Santri di hadapan Musatajab telah dikuasai dan hafal semuanya. Padahal mereka yang membacakan kitab saja belum tentu faham dengan isinya. Inilah yang dinamakan BAROKAH dari ketaatan pada Kyainya dulu.
Sumber: Dari Ceramah KH. Abdul Aziz Mansyur Pacol Goang Jombang
Nasib Seorang Santri yang tidak Bisa Mengalahkan Logikanya
Dikisahkan, belasan tahun yang lalu ada seorang Santri yang belajar di Rubath Tarim, yang saat itu diasuh oleh Al Habib Salim bin Abdullah bin Umar As Syathiri. Santri itu dikenal sangat alim hingga ia mampu menghafal kitab Tuhfatul Muhtaj empat jilid. Semua mengenalnya kalau dia sangat alim, bahkan diprediksi sebagai calon ulama’ besar.
Suatu hari, ketika Habib Salim Abdullah As Syathiri mengisi pengajian rutinan Santri, tiba-tiba Habib menanyakan Santri yang terkenal alim itu, “Dimana Si fulan?”, semua Santri kebingungan menjawab pertanyaan dari Habib.
Ternyata Santri yang dimaksud tidak ada di Pesantren, melainkan keluar ke kota mukalla tanpa izin untuk mengisi pengajian.
Akhirnya Habib Salim Abdullah As Syathiri yang terkenal ‘Alim Allamah dan Waliyullah berkata: “Baiklah, orangnya boleh keluar tanpa izin, tapi ilmunya yeyap disini”.
Di kota Mukalla, Santri yang terkenal alim itu sudah dinanti-nantikan para pecinta ilmu untuk mengisi pengajian di Masjid Omar Mukalla. Singkat cerita, Santri ini pun maju kedepan dan mulai membuka ceramahnya dengan salam dan muqoddimah pendek.
Setelah membaca amma ba’du, ternyata Santri yang terkenal alim ini tidak mampu berkata sama sekali, bahkan kitab kecil seperti Safinah pun tak mampu ia ingat sama sekali. Sontak dia tertunduk dan menangis, para hadirin pun heran.
Akhirnya salah satu ulama’ kota mukalla menghampirinya dan bertanya: Saudara, mengapa begini? Apa yang saudara lakukan sebelumnya?
Santri itu menjawab: “Aku keluar Pesantren tanpa izin Habib”. Dia terus menangis, dan orang-orang menyarankan agar ia meminta maaf kepada Habib.
Tapi parahnya, Santri itu tidak mau meminta maaf, hal ini membuat orang-orang menjauhinya dan tidak ada satupun yang peduli dengannya. Bahkan setelah kejadian itu hidupnya sangat miskin dan terlunta-lunta dengan menjual daging ikan kering.
Dan disaat dia meninggal, dia meninggal dalam keadaan sangat miskin. Untuk membeli kain kafannya pun keluarganya tidak mampu dan akhirnya dibelikan oleh seseorang.
Inilah kisah seorang Santri yang ketaatannya terkalahkan dengan logikanya, meskipun begitu dia tetaplah islam.
Sumber: Muhammad Elsawed Facebook
0 Response to "Santri itu Diajarkan Taat dengan Melawan Logika "
Posting Komentar